Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2015

Dongeng : Ketika Bulan, Bintang, Pelangi, dan Awan bertemu

Pada suatu hari, seorang anak perempuan terlihat tengah duduk bersila di taman dengan seekor kucing di sampingnya. Aneh. Disaat anak-anak lain bergembira, bermain dengan ceria, anak perempuan tadi justru terlihat murung. "Mentari, kenapa ayah dan ibu selalu sibuk? Mereka tidak sayang aku ya?" "Meow" Celotehnya kepada kucing ras persia berwarna hitam legam itu. Ya, warna bulunya hitam legam, tapi bocah itu menamainya Mentari.  Setiap ditanya, alasannya karena meskipun kucing itu hitam legam, tapi kucing itu membuatnya terasa hangat. "Aku bosan di rumah. Sendirian. Aku ingin punya teman. Tapi aku hanya punya kamu, Mentari." Tak terasa, air matanya jatuh dari kantung matanya yang bulat itu. Di sisi lain, beberapa anak-anak tengah bermain bersama dengan keceriaan mereka. Salah satu anak tersebut tanpa sengaja melihat kearah bocah perempuan tadi. Matanya menyipit, seakan menajamkan pengelihatannya. "Bintang?! Kau lagi lihat apa, sih?!" Tegur bo

Lukisan Hidup

Another story made by niskala (Indonesian word) Guruku selalu bilang, kalau lukisan selalu punya aliran tersendiri. Ada surealisme, naturalis, sampai abstrak. Abstrak yang selalu tak terdefinisi, tak berbentuk, atau niskala. Suatu hari, ketika aku menghadiri acara pernikahan kerabat bersama teman-temanku, kami menemukan sesuatu. Bukan hal tabu lagi, jika wanita berkumpul, maka akan ada hal yang selalu diamatinya. Mulai dari atas sampai bawah. Acara pernikahannya dilaksanakan disebuah lapangan yang kemudian disulap bak aula gedung mewah. Semua kalangan diundang disini. Tidak heran mungkin melihat kaum kelas ringgi bersolek dengan repotnya. Namun, jika kalian kenemukan orang (katakanlah dari keluarga sederhana) yang berdandan tanpa melihat ke proporsionalan tubuhnya, bagaimana? Apa masih enak dipandang mata? Mulai dari keseluruhan, dari jauh sudah terlihat ketidak cocokan warna dan ornamen yang mereka gunakan. Aku mengerti, mungkin karena ini acara keriaan, maka mereka memutuskan memak

Mimpi, Impian dan Niskala

Aku bermimpi. Mimpi apa itu tadi? Niskala. Tak jelas artinya Mimpi itu jelas tapi tak kuketahui Mimpi itu kuingat tapi tak bisa terucap Niskala. Namanya niskala Kenapa hadir jika tak punya arti? Kenapa meninggalkan nama, jika tak bisa dicari? Begitulah niskala. Tak berbentuk tapi ada Bisa ku apakan niskala itu Jika akupun tak tahu? Bisa. Jangan dicari Namun diresapi Bukankah kamu mengerti walau tak bisa kau ucapi? Mimpi itu niskala. Tak perlu jelas, berbentuk, tapi Pasti bermakna Bagaimana memerlakukan niskala, Cukup hanya kau resapi, nona. Bangun! Dan wujudkan. Maka tak ada lagi niskala. Yang tersisa hanyalah impian dan usaha. Holaaaa 😄 Yang bingung tentang apa itu niskala, niskala adalah bahasa Indonesia lama yang sudah jarang digunakan. Niskala artinya tak berbentuk, abstrak (bisa dilihat di KBBi atau kamus besar bahasa Indonesia lainnya). Ini puisi bercerita tentang seorang wanita yang punya banyak mimpi. Berulang kali dia bilang, dia punya mimpi. Buat

Pinocchio's Return

16 tahun sudah Pino, sang boneka kayu hidup menjadi manusia. Pino sekarang adalah seorang pelajar SMA. Sebelum berangkat sekolah, Gepetto sang ayah berpesan. "Ingat, jangan melakukan hal ceroboh apapun, Pino. Kau masih membawa gen pohonmu, meskipun tubuhmu sudah sangat terlihat seperti manusia normal." "Siap ayah. Pino ingat kok!" Ucapnya, lalu segera berangkat ke sekolah. Meskipun sudah menjadi manusia, Pino masih membawa sifat pohon nya. Masih menghirup CO2. Bayangkan, jika Pino merokok. Maka, semua zat pembuangan dari rokok itu masuk kedalam organ-organnya. Tak ada yang terbuang sedikitpun, seperti manusia normal yang merokok. Tidak ada yang mencurigakan pada awalnya. Pino selalu bisa melewati harinya dengan baik, tanpa masalah. Hingga suatu hari... "Ayah, Pino pulang." Seraya melangkah memasuki kamar. Gepetto melirik jam sekilas. Pukul 1 dini hari. Pino baru pulang, dan masih memakai seragam yang kancingnya sudah tak tersimpul rapi. "Dari

Prasastri

"Sastriiiiiiiiiii!!!!" Teriakku seketila terbangun dari tidur. Ada apa dengan Sastriku? Sastri yang entah darimana datangnga, tapi dialah yang sudah selama 2 tahun ini menemaniku dalam dunia mimpi. Aku sedang menunggu temanku, Aryo sang animator designer . Kopi yang sedari tadi ku pesan di kafe ini baru sedikit ku cicipi. Sisanya, aku hanya menghabiskan lamunanku memikirkan Sastri. Gadis cantik bermata hazel bulat, dengan bulumata yang lentik. Rambutnya yang sedikit pirang, dan wajahnya yang selalu terlihat ceria. Setidaknya begitu sebelum mimpiku semalam. Malam itu, dimimpiku baru saja aku mau mengajaknya ke kota. Karena jujur saja, selama 2 tahun kenal dengannya, tak sekalipun kami berkencan keluar dari desanya. Alasannya karena ia takut dimarahi ibu dan ayahnya. Nah, untuk itu. Aku sudah membawa mobil yang entah aku pinjam darimana. Karena aku tidak ingat membawanga dari mana. Sastri dan aku mengisi perjalanan kami dengan penuh canda tawa. Sesekali dia bertanya ap

Koloni Kepak

Pagi ini, kerajaan Panglima Kepak sudah terlihat sibuk. Mayor-mayor koloni kepak yang biasanya jarang terlihat di pusat pemerintahan, kini sudah memenuhi sebuah ruangan rapat. Suara riuh mendominasi ruangan itu. Hingga terdengar suara bariton yang membuat mereka seketika terdiam. "Selamat pagi. Mari kita mulai rapat ini." Panglima kepak adalah raja dari koloni bangsa Kepak. Ia memiliki suara berat, ditopang dengan bentuk tubuhnya yang proporsionis. Sayapnya berwarna hitam keabu-abuan melintang sangat gagah, menambah kharismanya. Ya, Panglima Kepak adalah Merpati. Rapat kali ini rupanya membahas persoalan global, yang sudah kelewat jauh merasuki kawasan Kepak. Globalwarming . Kawasan Kepak mulai mengalami dampaknya. Seperti suhu bumi yang terasa begitu terik disiang hari. Asupan air hujan yang tidak bisa lagi di prediksi dengan tepat, hingga kerontangnya istana dan rumah mereka perlahan. "Interupsi, Panglima. Tapi kami tidak akan mungkin bisa mengubah cuaca bumi, buka

Petrichor

Tak ada yang meragukan kesegaran udara di pagi hari. Waktu dimana bumi masih terasa begitu  bersahabat. Sinar matahari yang juga masih terasa hangat, menyehatkan. Hujan yang turun ke bumu semalam, menambah derajat kesejukan pagi ini. Taman ini, biasanya penuh sesak segerombol mahasiswa yang tengah termenung, mencari inspirasi atau hanya sekedar berbincang terasa lebih sepi. Pagi ini begitu istimewa. Bukan hanya udara pagi ini yang sejuk, atau taman yang sepi. Namun, pagi ini terasa istimewa karena petrichor yang begitu semerbak menurut inderaku. Harumnya begitu khas, menyegarkan. Petrichor seperti penggambaran melalui indera penciuman yang biasanya dilihat dengan indera pengelihatan. Hijau rumput dan tanaman yang terlihat lembab, juga tanah yang yang terasa basah, dipadu dengan sinar matahari. Seperti itulah petrichor . Petrichor begitu istimewa, sehingga semua orang dengan mudah mengetahuinya. Petrichor yang muncul ketika atau selepas hujan, bahkan lebih indah dari pelangi. Aku